I-Doser, aplikasi gelombang suara binaural yang didengarkan lewat headphone belakangan ini mendapat banyak tanggapan. Sebagian besar masyarakat menduga-duga bahwa I-Doser sebagai produk musik digital yang menimbulkan efek kecanduan seperti narkoba.
Salah satu pengguna I-Doser sekaligus seorang disc jockey (DJ), Andezzz mengaku pernah mencoba jenis musik itu semasa kuliah. Ia mengatakan bahwa I-Doser adalah sejenis musik terapi yang mempengaruhi gelombang otak.
"Saya sih nggak menyebutnya sebagai digital drugs. Saya menyebutnya brainwave Sebuah frekuensi aja. (Musik ini) memang aneh kalau didengarkan pada awalnya,” tutur Andezzz kepada HAI, seperti dikutip Tribunnews com.
Andezzz menuturkan, binaural beats bukanlah jenis narkoba karena tidak menimbulkan efek mabuk atau melayang. Dia bahkan menuturkan bahwa nama-nama jenis dose yang mirip dengan nama narkoba sendiri, hanya bahasa yang dipilih untuk pemasaran saja. “Kalau soal nama-nama dose yang mirip nama narkoba, itu menurut saya hanya marketing language saja Supaya orang-orang penasaran,” tuturnya.
Pria ini menuturkan bahwa saat mendengarkan i-Doser, dirinya hanya merasa bahwa isi pikirannya menjadi kosong sementara waktu, lalu pikirannya teralih pada ruang imajinasi sampai tertidur pulas. Namun ia mengatakan, aplikasi ini juga kerap digunakan untuk meditasi dan memberikan rasa santai atau rileks.
Disamping dari penuturan Andezzz, peneliti yang diwakili oleh Dr Helane Wahbeh, asisten profesor Oregon Health and Science University yang telah melakukan studi terkait hal ini mengatakan bahwa I-Doser yang menghasilkan gelombang suara binaural ini memang menghasilkan pengalaman berbeda. Tetapi ia meyakinkan bahwa aplikasi tersebut tidak akan menyebabkan pendengarnya ‘melayang’.
“Ketukan binaural terjadi ketika kedua telinga menerima dua gelombang suara berbeda. Normalnya, perbedaan suara antara setiap telinga membantu seseorang mendapatkan informasi langsung tentang sumber suara. Tapi, ketika Anda mendengarkan suara ini dengan stereo headphones, pendengar akan merasakan perbedaan antara dua frekuensi sebagai ketukan berbeda, sehingga seakan suara tersebut muncul dari dalam kepala,” ucap Wahbeh.
Ia mengatakan bahwa studi ini telah dilakukan kepada empat orang pendengar I-Doserdan menemukan hasil bahwa aktivitas gelombang otak bergeser sesuai ketukan binaural yang didengarkan oleh orang-orang tersebut.
Gelombang suara ini dianggap tidak memunculkan ketergantungan atau adiksi karena bagian otak yang bertanggung jawab atas kecanduan atau nucleus accumbens yang mengatur fungsi kognitif berada di tengah otak bagian bawah. Sehingga akan sulit ditembus hanya oleh gelombang suara saja.
Meski aplikasi ini menimbulkan gelombang perbincangan yang sangat hangat belakangan ini, namun akan sangat bijak jika masyarakat membuktikan kebenaran dari isu-isu yang marak, baik secara ilmiah dan teruji kebenarannya.
Sumber : Tribunnews.com/Kompas.com/ls